Kisah Seorang Selir Menjadi Sosok yang Paling Berkuasa Pada Era Dinasti Qing
Sejarah mencatatkan beberapa sosok dibalik layar yang amat berkuasa dimana pemimpin yang tampil didepan menjadi hanya sekedar boneka saja. Ibu Suri Cixi adalah salah satunya dimana ia menjadi sosok paling berkuasa di Tiongkok selama 47 tahun hingga satu mandat terakhirnya membuat dinasti Qing kemudian menjadi runtuh.
Bagaimana sang Ibu Suri dapat melanggengkan kekuasaannya?
Cixi terlahir sebagai "Xingzhen" pada 22 November 1835 dari klan bangsawan minor Yehe Nara. Ketika berusia 16 tahun ia mengikuti pemilihan untuk selir Kaisar Xianfeng dengan gelar "Noble Lady Lan" berkat kecantikan dan kecerdasannya. Meski begitu ia bukanlah selir atau pasangan utama dari kaisar Xianfeng.
Hal itu berubah ketika Permaisuri Zhuanqing yang merupakan permaisuri utama malah melahirkan anak perempuan sementara Xingzhen melahirkan seorang putera bernama Zaichun yang pastinya menjadi putera mahkota dan memberikan kedudukan serta kehormatan tinggi bagi sang ibu. Ia kemudian mulai naik menjadi "noble consort", posisi tertinggi dalam tingkatan selir dan mulai mempelajari seluk beluk dari perpolitikan.
Kekalahan Qing dalam Perang Opium Kedua pada tahun 1860 dari Inggris dan Perancis membuat Kaisar Xianfeng depresi dan wafat setahun kemudian. Zaichun yang baru berusia lima tahun naik takhta sebagai Kaisar Tongzhi. Xingzhen yang kini bergelar Ibu Suri Cixi bersama Ibu Suri Ci'an menjadi pelaksana pemerintahan untuk kaisar yang masih kecil ini setelah menyingkirkan delapan pejabat yang ditunjuk resmi oleh Xianfeng sebagai pelaksana lewat Kudeta Xinyou.
Cixi mulai memerintah dari balik layar, untuk mendukung sang anak (karena peraturan tidak memperbolehkan wanita tampil secara langsung). Untuk membangun Tiongkok yang hancur pasca perang ia meluncurkan "Tongzhi Restoration" dimana ia menyingkirkan para pejabat (terutama yang beretnis Manchu) yang dianggap tidak berkontribusi, membangun perindustrian modern dan memperkuat militer untuk memadamkan pemberontakan-pemberontakan seperti Pemberontakan Taiping yang berhasil dipadamkan pada 1864.
Selepas memadamkan pemberontakan Taiping, Cixi mulai mencoba menjadi penguasa absolut dengan menyingkirkan sekutunya satu persatu. Pangeran Yixin yang merupakan sekutu terdekatnya dalam Kudeta Xinyou dan sosok yang jago berdiplomasi dengan bangsa asing disingkirkan karena dianggap berbahaya sementara Ibu Suri Ci'an yang lebih memilih melakukan urusan rumah tangga ketimbang politik tetap dibiarkan.
Cixi mulai memperlihatkan kelihaiannya berdiplomasi dengan menjamu Anson Burlingame yang baru saja selesai bertugas sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk Qing agar bisa merubah pandangan USA mengenai Tiongkok yang sebelumnya dicap sebagai bangsa barbar. Hal ini membuat Perjanjian Burlingame kemudian ditanda tangani di Washington pada 1868 dimana isinya adalah menjadikan Tiongkok sebagai prioritas dagang USA dan dicabutnya larangan-larangan bagi imigran Tiongkok yang hendak bermigrasi ke USA.
Kaisar Tongzhi kemudian mulai mengambil alih pemerintahan ditahun 1873. Namun, ia terbukti sebagai Kaisar yang kurang cakap dan kerap mengambil keputusan yang salah, bahkan memberhentikan pejabat-pejabat yang cakap. Cixi berulang kali harus turun tangan untuk membereskan kekacauan yang dibuat oleh putranya.
Kaisar Tongzhi wafat diusianya yang ke 19 tahun pada 1875 akibat campak. Cixi kemudian mengangkat keponakannya yang baru berusia 3 tahun, Zaitian sebagai Kaisar Guangxu dan menolak permintaan pejabat lainnya yang menginginkan orang dewasa. Cixi sengaja mengangkat seorang balita karena hasratnya untuk memegang kekuasaan dan kemudian sudah lama merencanakan pengangkatan Zaitian.
Cixi sebenarnya bertujuan mulia untuk menjadikan Tiongkok sebagai bangsa yang hebat setelah hancur lebur karena Perang Opium Kedua, namun masa pemerintahannya bersama Guangxu malah akan berubah petaka. Tiongkok terjebak dalam Sino-French war pada tahun 1884 yang membuat Tiongkok akhirnya kehilangan pengaruh di Vietnam. Namun, hal ini malah membuat Cixi semakin berkuasa setelah ia mencopot pihak-pihak yang bertanggung jawab dan mengangkat orang-orang yang loyal dengannya seperti Pangeran Chun yang merupakan ayah Kaisar Guangxu.
Kaisar Guangxu mulai memerintah pada tahun 1887 dan Cixi hendak pensiun dengan membangun sebuah Istana Musim Panas di Beijing. Namun, para pejabat yang setia padanya membujuknya untuk mengurungkan niatnya. Cixi kemudian menuruti permintaan mereka dan mulai mencoba menanamkan pengaruhnya pada Kaisar Guangxu seperti menikahkan sang Kaisar dangan keponakannya.
Cixi akhirnya bisa pensiun, namun ternyata para pejabat dan bahkan kaisar Guangxu sendiri masih sering mengunjunginya untuk meminta nasihat. Para pejabat yang setia padanya juga tidak percaya dengan Guangxu yang mengalami banyak kekalahan salah satunya oleh Jepang. Kaisar Guangxu kemudian meluncurkan program "100 Hari Pembaharuan" untuk mereformasi Tiongkok pada 1898.
Namun, Cixi yang sudah merasa tidak tahan dengan "kebodohan" Guangxu meluncurkan kudeta Wuxu pada 22 September 1898 dibawah pimpinan Jenderal Ronglu memasuki Kota Terlarang dan menangkap Guangxu serta menaruhnya sebagai tahanan rumah di Istana Musim Panas. Cixi kemudian kembali ke Kota Terlarang dan menghapus segala bentuk reformasi yang dilakukan Guangxu.
Pemberontakan Boxer pecah pada 1899. Cixi memerintahkan pasukan Qing membantu Pemberontakan Boxer melawan pasukan gabungan asing seperti AS, Inggris dan bangsa lainnya. Keputusan kali ini berakibat fatal karena kekalahan mereka pada 1901 dan pihak Qing dipaksa menandatangani Protokol Boxer yang membuat pihak pemenang mendirikan wilayah konsensi di kota seperti Shanghai.
Kekalahan Qing dalam pemberontakan Boxer mempermalukan Cixi sekaligus menumbuhkan ketidak percayaan masyarakat pada kekaisaran yang sekarat dan memunculkan Tokoh-Tokoh perlawanan seperti Sun Yat Sen. Disatu sisi ia menarik Qing dari segala konflik seperti membiarkan Inggris melakukan ekspedisi ke Tibet pada tahun 1903 dan mengacuhkan konflik Rusia - Jepang yang terjadi di Manchuria pada tahun 1905 sembari memperbaiki citra Tiongkok dimata Internasional.
Ibu Suri Cixi wafat pada 15 November 1908, sebelum wafat ia diduga meracuni Kaisar Guangxu hingga tewas dan memutuskan mengangkat cucu keponakannya yang baru berusia 3 tahun, Puyi sebagai Kaisar baru sehingga ia bisa kembali berkuasa. Kebijakan terakhir Cixi akhirnya membawa akhir dari dinasti Qing yang bubar akibat Revolusi Xinhai di tahun 1912. Dengan mengangkat kaisar anak-anak, Ibu Suri Cixi bisa melanggengkan kekuasaannya dan menjadi wanita paling berpengaruh (meski dibalik layar) di Tiongkok selama 47 tahun.
Komentar
Posting Komentar